Pulihkan Aset Negara untuk selamatkan SDA-LH

SELAMATKAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN, PULIHKAN ASET NEGARA

Auriga Nusantara dengan Badiklat Kejaksaan RI kembali menggelar Pelatihan Pemulihan Aset Dalam Kejahatan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan Hidup. Kali ini pelaksanaan peningkatan kapasitas bagi jaksa penuntut umum ini diselenggarakan di Hotel Atria Serpong,  mulai tanggal 27-30 September 2022 untuk gelombang pertama. Kegiatan ini merupakan peningkatan kapasitas ketiga, sebelumnya telah dilaksanakan seri pelatihan di Medan pada 25-30 Juli 2022 dan di Bali pada tanggal 22-27 Agustus 2022 dengan tema Penuntutan Pertanggungjawaban Korporasi Dan Penerapan Pidana Perbaikan Akibat Tindak Pidana Lingkungan Hidup.

Dalam sambutannya, Direktur Hukum Yayasan Auriga Nusantara Dr. Roni Saputra menyampaikan bahwa, Kejaksaan merupakan lembaga sentral dalam sistem penegakan hukum pidana (center of criminal justice system) yang mempunyai tugas mengendalikan penyidikan, melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. Hal ini sejalan dengan asas dominus litis -pengendali perkara.

Lebih lanjut Roni menilai hal tersebut sesuai dengan tupoksi kejaksaan. Oleh karena itu, pemulihan kerugian yang diderita korban akibat tindak pidana merupakan wewenang dominus litis yang kemudian dijabarkan dalam bentuk kegiatan pemulihan aset sebagaimana diatur dalam Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 7 Tahun 2020. Perja ini tentunya juga sejalan dengan politik penegakan hukum yang berkembang secara global, yaitu dari pendekatan in personam menuju pendekatan in rem (aset). Pendekatan in rem setidaknya akan memberikan deterrence effect bagi pelaku kejahatan. Sudah ada beberapa kasus penanganannya menggunakan pendekatan in rem ini, sebut saja kasus JIWASRAYA-ASABRI, dan yang terbaru kasus PT.Duta Palma.

Auriga sebagai penyelenggara mengkonfirmasi Pelatihan ini dikuti oleh 34 orang Jaksa dari unsur Jampidum dan Jampisus untuk Batch 1 . Para peserta yang hadir berasal dari Kejaksaan Tinggi Wilayah Aceh, Jambi, Lampung, Riau, Sumatera Utara,Sumatera Selatan, Kalimatan Barat, dan Kalimantan Tengah. Sedangkan untuk narasumber, Auriga dan Badiklat menghadirkan para pakar di bidangnya, diantaranya Prof. Dr. Ir. Basuki Wasis, M.Si. - Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Surya Jaya, S.H., M.Hum - Hakim Agung Mahkamah Agung, Paku Utama, S.H, LL.M, PhD seorang pakar TPPU, Dr. Akhmad Budi Cahyono, S.H., M.H. - Akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Budi Saiful Haris - Analis senior PPATKMochamad Praswad Nugraha, S.H., LL.M. - Mantan Penyidik KPK, Asep Kurniawan Cakraputra - PPA Kejaksaan Agung RI, Ariawan Agustiartono, SH. MH. – Jaksa pada KPK RI, Dr. Yadyn Palebangan, SH., MH. - Koordinator Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Irene Putri, S.H., M.Hum – Jaksa pada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung RI, Banu Laksmana – PPA Kejaksaan RI, dan narasumber dari Kementerian ATR/Badan Pertanahan Nasional RI.

Auriga berharap melalui Diklat ini, dapat membantu Lembaga kejaksaan dalam mengoperasionalisasikan pedoman pemulihan aset, yang tahapannya dimulai dari penelusuran, pengamanan, pemeliharaan, perampasan dan pengembalian asset, demikian Roni menutup sambutannya.

Kepala Badan Diklat, Bapak Toni T. Spontana yang hadir didampingi oleh tuan rumah dari Kejati Banten Bapak Leonard Eben Ezer dalam pidato sambutannya menyebutkan bahwa, Penegakan hukum sumber daya alam dan lingkungan hidup sangat perlu dilakukan untuk menjaga lingkungan dari kerusakan. Pendekatan hukum pidana yang menyasar badan atau individu (in personam) sering kali kurang efektif untuk mengurangi kejahatan. Oleh karena itu, politik penegakan hukum secara global bergeser dari politik in personam (individu atau badan) menuju politik in irem (aset). Terlebih pendekatan aset dapat menjadi salah satu upaya dalam menjawab dampak kerusakan lingkungan dari aspek ekonomi.
Pemulihan aset dimaksudkan dengan mempertimbangkan deterrence effect bagi pelaku kejahatan. Dengan mempertimbangkan motivasi pelaku adalah ekonomi, maka sanksi yang bersifat ekonomi perlu diterapkan secara optimal dan proporsional. Pendekatan ekonomi dalam upaya penegakan hukum telah diadopsi oleh kejaksaan republik indonesia sebagai pengacara negara maupun sebagai penyidik dan penuntut umum (dalam hal ini penegak hukum). Pada tahun 2014, jaksa agung mengeluarkan peraturan jaksa agung nomor per-027/a/ja/ 10/2014 tentang pedoman pemulihan aset. Perja tersebut kemudian dua kali direvisi melalui peraturan kejaksaan nomor 9 tahun 2019 dan peraturan kejaksaan ri no. 7 tahun 2020 tentang perubahan kedua atas peraturan jaksa agung nomor per- 027/a/ja/ 10/2014 tentang pedoman pemulihan aset.
Sejalan dengan adanya perubahan paradigma tersebut, sejak tahun 2020, dilihat dari jumlah uang yang dikembalikan kepada negara, berdasarkan catatan kejaksaan agung tahun 2020 bidang tindak pidana khusus, kejaksaan agung telah berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp. 19,2 Triliun, dan telah berkontribusi dalam penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp. 346,1 Miliar (Kejaksaan Agung: 2021). Pada perkara-perkara yang cukup menonjol pada tahun 2020-2021 seperti jiwasraya, kejaksaan agung juga telah berhasil melakukan penyitaan aset hingga Rp.18 Triliun. Penyitaan tersebut dapat dilakukan karena kemampuan penelusuran aset yang dilakukan oleh penyidik maupun Penuntut umum di jajaran bidang pidsus kejaksaan agung. Data di atas semakin impresif apabila melihat laporan bidang perdata dan tata usaha negara kejaksaan agung yang berhasil menyelamatkan keuangan negara dari sebesar RP .239,5 Triliun, dan mengembalikan keuangan negara sebanyak Rp.11,1 Triliun dan 406 ribu Dollar AS. (sambutan HBA Kejaksaan Agung: 2021).
Mengutip pidato sambutan Kabadiklat, data di atas memperlihatkan bahwa pada penanganan perkara lingkungan hidup dan sumber daya alam khususnya yang ditangani oleh bidang tindak pidana umum baik pada kejaksaan agung, kejati maupun kejari, prestasi jaksa peneliti dan penuntut umum untuk penelusuran hingga pemulihan aset masih minim. Tidak hanya karena sangat sedikitnya perkara tppu dengan tindak pidana asal dalam sektor sda dan lingkungan hidup yang berasal dari penyidik polri, namun juga tidak banyak inisiatif dari jaksa untuk mengarahkan penyidik agar melakukan penelusuran hingga pemulihan aset dalam rangka memastikan keberhasilan eksekusi pidana pokok maupun pidana tambahan yang dijatuhkan bagi para terpidana baik perorangan maupun korporasi.
Toni T.Spontana melihat perspektif pemulihan aset itu semakin menguat apabila dihubungkan dengan putusan mahkamah konstitusi tahun 2021, yang membuka ruang penegak hukum (ppns) yang bergerak di sektor lingkungan dan sumber daya untuk melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang. Dimana sebelumnya hanya dibatasi pada penyidik polri, kejaksaan, bea dan cukai, badan narkotika nasional (bnn) dan penyidik pajak. Perkembangan ini dapat mengoptimalisasi pemulihan aset (asset recovery) hasil kejahatan yang berasal dari tindak pidana kehutanan, tindak pidana lingkungan hidup, tindak pidana kelautan dan perikanan, dan seluruh tindak pidana asal dengan motif ekonomi. Mengingat Kepolisian, KLHK, harus berkoordinasi dengan jaksa yang mewakili negara dalam menuntut pelaku kejahatan dalam proses peradilan. Melalui pemikiran tersebut maka diadakan pelatihan pemulihan aset dalam kejahatan sumber daya alam dan lingkungan hidup, dalam upaya memastikan adanya proses pemulihan aset yang berjalan secara optimal.
Kabadiklat yang satu ini telah banyak melakukan inovasi untuk mengoptimalisasi berbagai kebutuhan peningkatan kapasitas jaksa melalui Pelatihan-pelatihan Tematik, bekerjasama dengan berbagai pihak agar pola-pola pelatihan konvensional yang di biayai APBN tidak berhenti karena alasan anggaran dan lain-lain. Kami akan terus berusaha maksimal menjalankan tugas dan fungsinya menyelenggarakan diklat dalam meningkatkan kompetensi untuk menciptakan sdm kejaksaan yang profesional, berintegritas. Dan berdasarkan berbabagai permasalahan tersebut diatas, sehingga menjadi penting bagi jaksa untuk mengikuti diklat ini agar dapat menambah pengetahuan dan kapasitas yang dimiliki terkait pemulihan aset dalam kejahatan sumber daya alam dan lingkungan hidup, demikian Kabadiklat mengakhiri sambutannya sekaligus membuka Pelatihan secara resmi dengan melakukan pemukulan gong secara simbolis. (NFS/Auriga)