'Jangkar' KPK di Tanah Beta

Sebuah tim yang dipimpin KPK melakukan kunjungan dalam kerangka pencegahan korupsi ke dua perusahaan di Halmahera. Kolaborasi yang berguna.

Dengan menenteng ransel, serombongan orang pada pagi 10 November 2021 bersiap menyeberang ke Kota Sofifi dari Dermaga Residen, kawasan landmark kota Ternate. Menggunakan kapal cepat atau speed boat, mereka—14 orang, dari Komisi Pemberantasan Korupsi; Kantor Wilayah Pajak Sulawesi Utara-Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara; Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Maluku-Papua; dan Dinas Kelautan Perikanan Provinsi Maluku Utara—akan mengunjungi PT Indonesia Weda Industrial Park (IWIP) di Teluk Weda, Halmahera Tengah. Sesampai di Sofifi, tim ini kemudian bergabung dengan rombongan dari Inspektorat Jenderal dan Direktorat Jenderal Mineral Kementerian ESDM.

Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Peningkatan Kapasitas dan Kolaborasi Penegakan Hukum Sektor Sumber Daya Alam-Lingkungan Hidup (SDA-LH). Sebagai implementing agency, Yayasan Auriga Nusantara juga turut menghadirinya.

Program ini melanjutkan beberapa rekomendasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNP-SDA) yang diinisiasi dan dijalankan Komisi Pemberantasan Korusi (KPK) bersama sejumlah kementerian dan lembaga (K/L) serta masyarakat sipil semenjak 2015. Setelah berhasil menginventarisasi sejumlah masalah tata kelola SDA berikut rencana aksinya, KPK menilai perlu penguatan penegak hukum sektor SDA agar usaha-usaha yang sudah dilakukan sebelumnya dapat berdampak lebih baik bagi pendapatan negara, pemulihan lingkungan, dan perlindungan hak-hak warga negara di sekitar lokasi usaha sektor SDA-LH.

Setelah menempuh perjalanan tiga jam, rombongan tiba di Kawasan Industri PT IWIP. Plang bertuliskan “Objek Vital Nasional” tertancap di gerbang masuk. Sejumlah spanduk informasi dwibahasa (Indonesia-Mandarin) tersebar di seantero kawasan. Di kawasan industri ini 10 persen dari total 21.600 pekerja adalah warga negara asing (Tiongkok).

PT IWIP merupakan perusahaan patungan tiga investor asal Tiongkok, yaitu Tsingshan, Huayou, dan Zhenshi. Pemilik mayoritas sahamnya adalah Tsingshan (40 persen) melalui anak perusahaannya, Perlux Technology Co. Ltd. Adapun Zhenshi dan Huayou, keduanya menguasai masing-masing 30 persen saham. Sebagai kawasan industri, PT IWIP mendapat Izin Usaha Kawasan Industri (IUKI) dari pemerintah pusat karena berupa penanaman modal asing.

 
Kunjungan tim yang dipimpin KPK mendapat sambutan baik dari PT IWIP. Ini merupakan kunjungan dalam kerangka pencegahan korupsi, yang dilaksanakan melalui Direktorat Koordinasi dan Supervisi, Direktorat Monitoring, dan Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja antar-Komisi dan Instansi.

Hal ini berbeda dengan kunjungan serupa yang pernah dilakukan Kanwil Pajak Wilayah Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara. “Waktu itu kami hanya sampai di depan pagar, tidak boleh masuk,” kata Nur Taqwa, seorang pemeriksa pajak.

Begitu pula yang dialami Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Kementerian ini tidak memiliki kewenangan penuh di wilayah kawasan industri, walaupun sektor usaha yang dilakukan terkait pertambangan.

Kunjungan di kawasan PT IWIP memberikan ruang yang cukup besar bagi semua peserta kolaborasi untuk meninjau fasilitas dermaga, pembangkit listrik tenaga uap, smelter, hingga lokasi tambang. Sejumlah permintaan dokumen perizinan hingga pembayaran kewajiban perusahaan pun disanggupi.

Tim juga mendapatkan hal serupa pada kunjungan pada hari berikutnya ke PT Aneka Tambang (Antam) di Tanjung Buli, Halmahera Timur. Selain berdialog dengan manajemen PT Antam, tim juga meninjau langsung lokasi smelter dan site pertambangan.

Dalam setiap dialog yang dilakukan, tim tak lupa menanyakan tantangan yang dihadapi perusahaan dalam menjalankan usaha. Hal ini menyangkut hambatan regulasi maupun kebijakan. Tujuannya adalah agar posisi strategis KPK dan sejumlah K/L yang terlibat bisa mengkomunikasikannya kepada pengambil kebijakan. Prinsipnya, tentu saja, adalah keseimbangan dan proporsionalitas.