Menuntut Pertanggungjawaban Korporasi

Pelatihan Penuntutan Korporasi dalam Kejahatan SDA-LH

Era Modernisasi dan Industrialisasi tidak dapat dielakan. Era ini kemudian memberikan peran yang besar bagi korporasi salah satunya dalam sektor sumber daya alam. Di sisi lain, berkembang pula perilaku menyimpang yang dilakukan oleh korporasi yang bermotif ekonomi. Pola kejahatan korporasi memiliki karateristik dan modus operandi yang berbeda dengan kejahatan konvensional pada umumnya. Oleh karena itu, diperlukan penanganan dengan instrument khusus. Sejalan dengan itu, dalam konteks lingkungan hidup, terdapat perkembangan upaya penegakan hukum pidana terhadap pelaku korporasi yang tidak hanya menghukum atau memenjarakan tetapi juga memberikan sanksi untuk memulihkan lingkungan yang rusak akibat kejahatan lingkungan hidup.
            Korporasi telah dianggap sebagai subjek hukum di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Korporasi. Oleh karena itu, korporasi dapat dituntut dan dimintakan pertanggung jawabannya apabila terbukti melakukan tindakan yang melawan hukum. Namun, dalam prosesnya sering kali penegak hukum mengalami tantangan dalam menjerat korporasi. Jaksa Penuntut Umum seringkali menghadapi tantangan dalam menuntut bahkan dalam mengeksekusi putusan pengadilan. Sejalan dengan itu, terhadap pelaku kejahatan lingkungan hidup dengan subyek korporasi dapat dikenakan pidana tambahan berupa perbaikan akibat tindak pidana yang diatur dalam Pasal 119 huruf c UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Tindakan ini masih belum banyak diketahui dan dipahami oleh aparat penegak hukum khusus metode dan mekanisme yang dapat digunakan ketika ada kejahatan lingkungan yang dilakukan oleh subyek Korporasi.
Berpijak dari permasalahan tersebut, Yayasa Auriga Nusantara bersama dengan Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejaksaan Republik Indonesia kembali mengadakan rangkaian pelatihan bagi Jaksa dengan subyek Pelatihan Penuntutan Korporasi dalam Kejahatan SDA-LH dan Pelatihan Penerapan Tindak Pidana Tambahan Perbaikan akibat Tindak Pidana Lingkungan Hidup gelombang Kedua.
Pelatihan ini diselenggarakan di Kabupaten Badung, Bali selama 6 hari mulai tanggal 22-27Agustus 2022. Pelatihan ini diikuti oleh 34 Jaksa bidang pidana umum dan pidana khusus pada wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Papua Barat, Kejaksaan Tinggi Papua, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara). Peserta pelatihan ini telah memiliki pengalaman dalam menangani perkara sumber daya alam dan lingkungan hidup serta telah mengikuti Pelatihan Dasar mengenai kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
            Dalam sambutannya, Ketua Yayasan Auriga Nusantara yang diwakili langsung oleh Bapak Timer Manurung menyampaikan bahwa “Isu lingkungan hidup makin menjadi mainstream bahkan tidak ada forum isu global yang tidak membahas tentang isu lingkungan. Artinya kegiatan ini juga memberikan tema atau topik bagi kejaksaan untuk selalu up to date untuk melihat persoalan-persoalan mendatang”. Melanjutkan sambutannya, Timer Manurung menyatakan bahwa “kita harus tetap memastikan lingkungan sekitar kita juga tetap baik. Sehingga kemudian tema penuntutan korporasi, karena memang korporasi lah yang paling kelihatan mens rea dalam pengelolaan kejahatan sumber daya alam dan juga kemudian memastikan perbaikan lingkungan masuk dalam penegakan hukum”. Demikian tutupnya.
            Dilanjutkan oleh Kepala Badan Diklat Kejaksaan RI, yang dismpaikan langsung oleh Bapak Tony T. Spontana. Dalam sambutan pembukaan pelatihan menyampaikan bahwa “Saat ini kita membutuhkan jaksa dan aparat penegak hukum yang memiliki pengetahuan yang komprehensif lengkap dan utuh khususnya mengenai bagaimana melakukan penuntutan terhadap korporasi dan bagaimana menerapkan pidana tambahan kerusakan lingkungan hidup ketika kita memegang fungsi penuntutan sebagai satuan hukum. Karena trend isu lingkungan dan perbaikan lingkungan saat ini bukan hanya berdimensi domestik, bukan hanya isu nasional tapi juga merupakan isu global.” Beliau menutup sambutannya dengan menyatakan bahwa “Kita akan berada di posisi yang terdepan di dalam memberikan kontribusi dalam pemberantasan tindak pidana yang terkait dengan lingkungan hidup”. Tutupnya.
            Pelatihan ini diisi oleh berbagai pakar di hukum pidana korporasi dan bidang lingkungan yang hadir dalam diklat ini untuk memperkaya khazanah pengetahuan. Hari pertama hadir Laode Muhammad Syarif, S.H., LL.M., PhD selaku wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2015-2019. Laode Muhammad Syarif memberikan Pengantar dan Urgensi Penuntutan untuk Pertanggungjawaban Korporasi dalam SDA-LH. Serta juga memaparkan Karakteristik dan Bentuk Penyalahgunaan Korporasi dalam Kejahatan SDA-LH. Pada hari-hari berikutnya, pelatihan ini dihadiri oleh Agus Widyantoro, S.H., M.H dan Dr. Maradona, S.H., LL.M dari Universitas Airlangga; Agustinus Pohan, S.H., M.S. dari Universitas Parahyangan; Prof Andri Gunawan Wibisana, S.H., LL.M dari Universitas Indonesia. Dalam Pelatihan Penerapan Pidana Tambahan Perbaikan Akibat Tindak Pidana Lingkungan hidup, pemateri hadir dari pengajar senior dari Kementerian Lingkungan Hidup, termasuk Kepala Seksi Eksekusi dari Kejaksaan Negeri Purwakarta dengan berbagi pengalaman dalam penerapan pidana tambahan perbaikan akibat tindak pidana.
            Setelah mengikuti pelatihan ini, semua peserta diharapkan dapat menjadi jaksa penuntut umum yang kompeten dalam menuntut korporasi dalam kejahatan sumber daya alam dan lingkungan hidup  dan menuntut adanya pidana tambahan perbaikan akibat tindak pidana sumber daya alam dan lingkungan hidup.