Sosok Penjaga Hutan Alam Tersisa Di Tanah Papua

Sosok Penjaga Hutan Alam Tersisa Di Tanah Papua

Masyarakat Adat sebagai salah satu kelompok yang rentan dan paling terancam akibat deforestasi dan ekspansi perkebunan sawit tidak kunjung mendapat pengakuan hak dan akses kelola. Justru sebaliknya, pemerintah dan DPR memilih mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja yang dirancang untuk kepentingan oligarki. Perlindungan lingkungan hidup dan keberadaan masyarakat adat semakin terancam.
Di sisi lain, masih ada orang asli Papua yang berjuang untuk melindungi dan melestarikan hutan alam tersisa demi kelangsungan hidup anak cucu mereka. Keberhasilan masyarakat di tingkat tapak justru memberikan harapan baru dalam menjaga hutan Papua, di saat laju deforestasi tinggi dan ekspansi perkebunan sawit yang masif, tokoh-tokoh pejuang lingkungan Papua memberikan kontribusi yang berarti untuk menyelamatkan hutan alam tersisa. Dokumentasi berupa video yang berdurasi pendek diambil untuk mengabadikan Sosok Penjaga Hutan Alam Tersisa di Tanah Papua.
Tim dokumenter yang di ketuai oleh Yudi Noviandi, berangkat ke Kabupaten Jayapura pada tanggal 4 – 10 April 2022. Mulai mendokumentasikan pemilik ekowisata Isyo Hill’s Birdwatching bernama Alex Waisimon yang berdomisili di Distrik Nimbokrang, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Cap orang gila melekat pada sosok Alex Waisimon yang selalu masuk hutan pagi keluar malam. Tujuannya adalah melindungi Cendrawasih agar tidak punah. Alex Waisimon bertutur saat di wawancarai Hutan itu sama dengan tabungan masa depan, kalau dalam Bahasa Genyem, mereka bicara begini: Te mum Tei Te mum freip, artinya ambil lain, yang lain kasih tinggal untuk masa depan anak dan cucu”.

Perjalanan dilanjutkan ke Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat pada tanggal 18 – 25 Juli 2022 untuk mendokumentasikan cerita Tiga Mama Suku Moi Yang Setia Jaga Dusun Sagu. Tiga bersaudara Dorkas, Laura dan Regina Osok adalah tiga perempuan dari Suku Moi, yang tetap kukuh mempertahankan dusun (hutan) sagu. Mama Dorkas Osok (60) sudah berusia senja, tetapi fisiknya masih kuat untuk orang seusianya. Dia tinggal di Distrik Aimas, Kabupaten Sorong, Papua Barat. Dari Kota Sorong sampai ke tempat tinggalnya, -yang berjarak sekira 15 km, dapat ditempuh dalam waktu 30 menit berkendaraan darat. Mama Dorkas, bersaudara dengan Mama Laura dan Mama Regina. Mama Regina menyebutkan Ketika saya sudah tidak ada, kamu tetap kembali ke dusun ini, kamu jaga, dan kamu ada di dusun ini, karena hidup itu ada di dusun ini”.
Perjalanan terakhir adalah ke Kampung Kwam, Distrik Mokwam, Pegunungan Arfak, Provinsi Papua Barat pada tanggal 29 Juli – 4 Agustus 2022. Menemui Seorang Pemburu Yang Menjadi Pelindung Hutan Pegunungan Arfak, Zeth Wonggor. Punya caranya sendiri dalam melestarikan hayati di daerahnya dan menjadi penggagas upaya konservasi keanekaragaman hayati wilayah Pegunungan Arfak, Provinsi Papua Barat. Menurutnya, “Hutan itu digunakan setiap burung untuk habitatnya, jadi kalau babat hutan, mereka akan pindah”.
Di wilayah lain yang berada pada perbatasan Pegunungan Arfak, Kampung Kwau, Distrik Warmare, Kabupaten Manokwari sempat disambangi oleh Tim Dokumenter Auriga. Sosok Hans Mandacan menjadi menarik, karena mempunyai cerita yang sama juga dengan Zeth Wonggor. Berawal dari pemburu cendrawasih, kini beralih menjadi penjaga hutan dan burung surga. Ternyata Hans Mandacan adalah mantan murid dari Zeth Wonggor kemudian melakukan hal yang sama seperti gurunya di kampungnya sendiri. Sejak tahun 2009 hingga saat ini, Hans Mandacan menggeluti ekowisata ini. Hans Mandacan berharap, “Memang pemerintah pusat belum akui kami sebagai desa wisata, tapi kami harus mulai, Siapa tahu kedepannya pemerintah melihat kita punya program hampir sama dengan itu berarti kita sudah melakukan langkah pariwisata desa sudah pas”.

Ditulis oleh: Gilang Ekselsa (Component Leader Komponen Lima)