Perlindungan Hukum Pembela HAM dan Environmental Defender

Ringkasan

Ancaman kekerasan, kriminalisasi, perundungan di dunia maya terhadap pembela hak asasi manusia (HAM) dan lingkungan kerap terjadi akhir-akhir ini. Walaupun sudah tercantum dalam sejumlah regulasi, mereka tetap saja tak terlindungi malah menjadi korban persekusi. Kondisi ini menunjukkan bahwasannya negara sama sekali tidak peka terhadap perlindungan hak asasi warga negaranya.

Setidaknya hal tersebut yang mengemuka dalam Bincang Hukum yang dilakukan secara daring bertajuk Perlindungan Hukum Pembela HAM dan Environmental Defender (18/5/2020). Kegiatan yang diinisiasi oleh YLBHI, LBH Pers, Auriga, dan Greenpeace melalui Zoom Webinar ini merupakan upaya membangun solidaritas terhadap para pembela HAM dan lingkungan dimanapun berada. Hadir sebagai narasumber dalam kegatan Webinar Bincang Hukum tersebut adalah Ananda Badudu (Aktivis demokrasi), Hairansyah (Wakil Ketua Internal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia), Susilaningtias (Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi Korban), Ratna Ariyanti (Anggota Bagian Ketenagakerjaan Alisansi Jurnalis Independen Indonesia) Arip Yogiawan, (Ketua Bidang Jaringan dan Kampanye Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) dan dipandu oleh Ade Wahyudin (Direktur LBH Pers).

Dari pengalaman kriminalisasi yang dilakukan terhadapnya, Ananda Badudu menggarisbawahi bahwa problem “rasa takut” menggelayuti segenap aktivis demokrasi. Ancaman demi ancaman berada dibalik aktivitas mereka menyuarakan masalah publik. Ia mengkritik lembaga negara terkait seperti Komnas HAM serta LPSK yang kurang proaktif dan cenderung birokratis dalam melindungi para aktivis ketika “dikriminalisasi” oleh banyak pihak, termasuk aparat penegak hukum.

Ratna Ariyanti dari AJI Indonesia mengutarakan hal senada dengan Ananda namun dari perspektif jurnalisme. Dimana, menurutnya ketakutan bagi jurnalis dalam menghasilkan berita yang berkualitas datang dari ancaman terhadap keamanan diri pribadi dan kelangsungan pekerjaan mereka. Dari sisi keadilan bagi jurnalis, ia menyayangkan setiap kekerasan yang diproses hukum jarang yang diusut hingga tuntas. Akibatnya, selain jurnalis sebagai korban serta publik yang luas tidak bisa mengetahui siapa master mind dari kekerasan yang terjadi (impunitas).

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias mengakui ada tantangan yang dihadapi lembaganya ketika hendak memberi perlindungan pada aktivis HAM dan lingkungan. Seringkali kasus-kasus yang dilaporkan tidak ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Sementara LPSK secara kewenangan baru akan bertindak kalau sudah masuk dalam proses hukum. Dalam UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban tidak mengatur jika aktivis pembela HAM dapat dilindungi oleh LPSK, kecuali dia berstatus sebagai pelapor atau saksi korban, ada ancaman terhadap keselamatan jiwanya, dan dalam rangka pengungkapan kasus (terobosan LPSK).

Apa yang disampaikan oleh LPSK diamini Arip Yogiawan dari YLBHI. Ia menyadari bahwa regulasi kita memang belum cukup melindungi pembela HAM dan lingkungan. Pasal 66 UU PPLH soal perlindungan hak masyarakat yang memperjuangkan lingkungan tidak operasional, karena tidak ada aturan pelaksana. Tidak ada pihak-pihak yang ditunjuk untuk menjalankannya. Misalnya Peraturan Kapolri atau sejenisnya untuk memastikan perlindungan tersebut

Wakil Ketua Internal Komnas HAM, Hairansyah menambahkan jika akhir-akhir ini ancaman serangan terhadap aktivis pembela HAM makin masif, meluas dan makin beragam. Terutama pasca diundangkannya revisi UU Mineral dan Batubara. Dimana dalam Pasal 162 beleid tersebut secara terbuka mengancam pidana penjara bagi setiap orang (termasuk aktivis lingkungan) yang merintangi kegiatan usaha pertambangan.

Adapun upaya-upaya yang bisa dilakukan kedepan adalah memperkuat solidaritas dan pengetahuan. Memetakan ancaman dan strategi litigasi hukum perlu dilakukan agar pembela HAM dan lingkungan dapat mempersiapkan diri untuk hal-hal yang berpotensi akan menimpa mereka pada saat melakukan aktivitas di lapangan. Kemudian, harus ada upaya-upaya memperjelas dan merinci aturan terkait perlindungan masyarakat yang memperjuangkan kehidupan yang sehat agar menjadi lebih operasional dan mengikat di lapangan. Terlepas dari itu semua, aktivitas pengarusutamaan isu perlindungan pembela HAM dan lingkungan perlu terus digaungkan agar pengambil kebijakan dapat tersadarkan bahwa ada problem mendasar dari demokrasi kita dewasa ini.
 

Narasumber dan presentasi

Moderator: Ade Wahyudin (Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pers)
 

Waktu

Hari, tanggal   : Senin, 18 Mei 2020
Pukul               : 13.00 – 15.00 WIB
Lokasi              : Kanal Youtube Auriga Nusantara